Sebagian besar pinjaman luar negeri yang diambil oleh bank memiliki jangka waktu antara satu hingga tiga tahun, yang dirancang untuk menutupi kebutuhan pendanaan yang tidak sejalan dengan gaji dan realisasi penyaluran kredit. Di samping itu, pinjaman ini dipilih karena biasanya menawarkan stabilitas dalam ketersediaan pendanaan dan suku bunga yang lebih menarik.
Tak hanya RPLN yang mengalami revisi, BI juga melonggarkan kebijakan likuiditas lainnya dengan menurunkan Rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) sebanyak 100 basis poin (bps) menjadi 4% bagi Bank Umum Konvensional (BUK). Fleksibilitas ini juga berlaku untuk Bank Umum Syariah (BUS), yang PLM-nya turun dari 3,5% menjadi 2,5%. Solikin meyakini bahwa penurunan 1% pada PLM dapat membuka peluang tambahan untuk kredit sebesar Rp78,45 triliun.
Menurut laporan terbaru yang dipublikasikan dalam buku Statistik Utang Luar Negeri Indonesia (SULNI) edisi Mei 2025, posisi utang luar negeri perbankan hingga akhir Maret 2025 mencatatkan angka signifikan. Total utang luar negeri bank mencapai US$33,46 miliar, setara dengan Rp554,25 triliun—mengacu pada kurs JISDOR yang berlaku pada akhir Maret 2025 yakni Rp16.566 per dolar AS. Jumlah ini adalah bagian dari total utang luar negeri Indonesia yang mencapai US$195,5 miliar atau sekitar Rp3.238,7 triliun.