Tampang

Akar Masalah Penolakan Patung Dewi Kencana di Puncak Bogor

26 Apr 2024 11:37 wib. 55
0 0
Patung Raksasa Dewi Kencana di Pakis Hills Puncak Bogor

Patung Dewi Kencana di Puncak Bogor mengundang kemarahan sebagian santri yang bahkan mengancam tindakan pembongkaran terhadap patung tersebut. Patung yang berdiri di kawasan wisata Pakis Hills, Desa Tugu Selatan, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor ini memiliki tinggi sekitar 12 meter dan dibuat menggunakan bambu. Kontroversi seputar keberadaannya memunculkan ketegangan di tengah masyarakat setempat.

Kepala Desa Tugu Selatan, Eko Windiana, mengungkapkan bahwa pihak desa beserta ulama dan warga setempat menolak kehadiran Patung Dewi Kencana dengan tegas. Bahkan, ancama pembongkaran telah dilontarkan oleh sebagian santri. Hal ini mendorong Eko Windiana untuk mengirimkan surat pada pihak Pakis Hills guna mencegah potensi konflik yang dapat timbul akibat penolakan terhadap patung tersebut.

Alasan penolakan terhadap Patung Dewi Kencana sebagian besar dikaitkan dengan ketidaksesuaian patung itu dengan kearifan lokal. Camat Cisarua, Heri Risnandar, menjelaskan bahwa masyarakat Puncak Bogor menolak patung tersebut karena dinilai tidak sesuai dengan sejarah dan budaya lokal. Wilayah Puncak Bogor dipandang sebagai bagian dari sejarah Kerajaan Pajajaran, sedangkan Dewi Kencana merupakan tokoh dari Kerajaan Majapahit. Konflik sejarah antara dua kerajaan ini menjadi salah satu alasan kuat penolakan terhadap patung tersebut.

Pihak Pakis Hills, melalui Jatnika, menyatakan bahwa Patung Dewi Kencana sama sekali tidak berkaitan dengan Kerajaan Majapahit. Menurutnya, patung ini dibuat untuk mendukung potensi wisata di Puncak Bogor, yang terbukti dari lambang daun teh yang dipegang oleh patung tersebut. Namun, pandangan ini masih menuai pertentangan dan perdebatan di tengah masyarakat.

<12>

#HOT

0 Komentar

Belum ada komentar di artikel ini, jadilah yang pertama untuk memberikan komentar.

BERITA TERKAIT

BACA BERITA LAINNYA

atlet mualaf
0 Suka, 0 Komentar, 3 Apr 2024

POLLING

Apakah Aturan Pemilu Perlu Direvisi?