Sebaliknya, bom hidrogen bekerja dengan cara yang lebih rumit, yaitu dengan melakukan reaksi fusi, yang menggabungkan dua inti atom ringan—biasanya isotop hidrogen seperti deuterium dan tritium—menjadi satu inti yang lebih berat. Untuk memicu reaksi fusi ini, diperlukan suhu dan tekanan yang ekstrem, yang biasanya terdapat pada ledakan awal bom atom. Oleh karena itu, bom hidrogen sering terdiri dari dua tahap; tahap pertama adalah reaksi fisi yang bertindak sebagai pemicu, sedangkan tahap kedua adalah reaksi fusi yang mengeluarkan ledakan utama.
2. Kekuatan Daya Ledak
Kemampuan daya ledak antara bom atom dan bom hidrogen jelas tidak bisa dibandingkan. Dengan menggunakan kedua reaksi ini (fisi dan fusi), bom hidrogen mampu menghasilkan energi yang lebih besar. Sebagai ilustrasi, bom atom yang dijatuhkan di Hiroshima pada tahun 1945 memiliki daya ledak setara dengan 15 kiloton TNT (ton dinamit). Peristiwa ini menyebabkan kehancuran besar dan korban jiwa yang sangat banyak.
Berbanding terbalik, bom hidrogen dapat mencapai daya ledak yang jauh lebih besar. Sebagai contoh, ICBM (Intercontinental Ballistic Missile) terbaru Rusia, RS-28 Sarmat II, dikabarkan memiliki kekuatan sekitar 50 megaton. Daya ledak ini setara dengan 50.000 kiloton atau 50 juta ton TNT, yang berarti sekitar 3.300 kali lebih besar dibandingkan dengan bom yang dijatuhkan di Hiroshima.
3. Tingkat Kompleksitas dalam Pembuatan
Dalam hal perancangan dan pembuatan, bom atom terasa lebih sederhana jika dibandingkan dengan bom hidrogen. Bahan-bahan yang diperlukan untuk menyusun bom atom dapat dikelola dengan lebih mudah, dan reaksi yang diperlukan juga lebih jelas. Itulah mengapa, selama Perang Dunia II, bom atom bisa dengan cepat dikembangkan dan diimplementasikan.
Konsep pembuatan bom hidrogen jauh lebih kompleks. Selain memerlukan bahan fisi seperti plutonium, bom hidrogen juga membutuhkan bahan fusi yang sulit ditemukan dan ditangani, seperti deuterium dan tritium. Untuk menghasilkan suhu dan tekanan yang diperlukan bagi reaksi fusi, ledakan dari bom atom terlebih dahulu harus terjadi. Ini menjadikan bom hidrogen memiliki struktur yang lebih rumit, dengan kemungkinan adanya dua atau bahkan tiga tahap dalam satu perangkat senjata nuklir. Hanya negara-negara tertentu yang memiliki sumber daya dan teknologi untuk mengembangkan bom hidrogen.