Tampang.com | Menutup tahun 2024, organisasi nirlaba Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP) merilis daftar nominasi individu yang dinilai berkontribusi besar dalam memperburuk kejahatan terorganisir dan korupsi. Presiden Indonesia, Joko Widodo (Jokowi), masuk dalam daftar tersebut. Meski tidak memenangkan gelar "Person of the Year 2024" — yang diberikan kepada Bashar al-Assad — masuknya Jokowi sebagai nominasi menjadi preseden buruk bagi demokrasi, hukum, dan HAM di Indonesia. YLBHI mencatat bahwa label ini memiliki dasar kuat. Berikut adalah 10 bukti yang menjadi sorotan:
1. Pelemahan KPK Secara Sistematis
Pada 2019, revisi UU KPK disahkan oleh DPR, mengubah lembaga ini dari independen menjadi di bawah presiden. Kebijakan ini diikuti dengan terpilihnya Firli Bahuri sebagai Ketua KPK, yang menuai kontroversi. Pada 2021, 51 pegawai KPK diberhentikan karena tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan. Akibatnya, indeks persepsi korupsi Indonesia stagnan bahkan menurun dibandingkan negara berkembang lain.
2. Revisi UU Pertambangan Mineral dan Batubara (2020)
Revisi ini melibatkan minimnya partisipasi publik dan memperpanjang kontrak tambang secara otomatis tanpa evaluasi. Dampaknya termasuk eksploitasi berlebihan sumber daya alam dan potensi bencana lingkungan, sementara kontribusi pendapatan negara dari sektor ini tetap minim.
3. Omnibus Law dan Pengabaian Aspirasi Publik
RUU Omnibus Law digagas dari Istana dan disahkan di tengah penolakan luas. Jokowi memerintahkan BIN dan Polri mendekati kelompok penolak, serta mengerahkan aparat untuk merepresi aksi protes. Putusan MK yang membatalkan UU ini diabaikan, dan Jokowi malah menerbitkan PERPPU dengan substansi yang sama.