Kesepakatan ini juga membawa konsekuensi bagi industri lokal. Dengan dibukanya akses pasar dan diberlakukannya tarif nol, persaingan akan meningkat tajam. Industri domestik yang belum siap menghadapi persaingan global berisiko tertekan. Mereka mungkin kesulitan bersaing dengan produk impor yang lebih murah atau dari standar lebih tinggi.
Malaysia juga harus membuat kompromi politik dan regulasi. Misalnya, Malaysia berkomitmen tidak memberlakukan kuota atau larangan ekspor untuk mineral kritis. Mereka juga harus menyesuaikan standar produk agar sesuai dengan persyaratan impor AS. Komitmen ini bisa berdampak pada kebijakan domestik dan kedaulatan ekonomi Malaysia.
Terakhir, ada risiko ketergantungan berlebih pada pasar AS. Meski akses terbuka adalah keuntungan, terlalu bergantung pada satu pasar bisa berbahaya. Jika terjadi perubahan ekonomi, komersial, atau geoekonomi di AS, stabilitas ekspor Malaysia bisa terancam Malaysian Zero Tariff.
Apa Artinya bagi Indonesia?
Bagi Indonesia, peristiwa ini adalah pelajaran penting dan sinyal strategis yang tidak bisa diabaikan. Kita perlu mencermati implikasinya dengan seksama.
Pelajaran dan Peluang
Indonesia dapat memantau dan menegosiasikan skema serupa dengan AS. Jika Malaysia berhasil mendapatkan pengurangan tarif, Indonesia juga bisa memperkuat posisinya. Ini dilakukan dalam pembicaraan bilateral atau kerja sama perdagangan untuk memperoleh akses pasar lebih baik Trump Trade Deals. Produk komoditas unggulan Indonesia, seperti sawit, karet, dan kakao, dapat menjadi tawaran utama.
Momentum ini juga bisa digunakan Indonesia untuk meningkatkan kualitas ekspor. Kita perlu memastikan produk memenuhi standar yang diperlukan untuk skema bebas tarif atau preferensi. Memperkuat industri dalam negeri juga krusial. Ini agar siap bersaing dalam skenario tarif nol atau pasar yang lebih terbuka dan kompetitif.
Risiko dan Tantangan
Jika Indonesia tertinggal dalam negosiasi, kita bisa kehilangan posisi kompetitif. Eksportir Malaysia akan menikmati tarif nol, sementara eksportir Indonesia masih menghadapi tarif atau hambatan. Ini menciptakan ketidakadilan harga dan daya saing.
Sektor-sektor unggulan Indonesia harus siap menghadapi persaingan lebih tajam. Persaingan ini datang baik dari Malaysia yang telah melangkah maju, maupun dari negara lain. Negara-negara ini juga mengejar skema preferensi serupa dengan AS. Pentingnya menjaga kualitas, standar ekspor, regulasi, dan rantai nilai tidak bisa ditawar. Tanpa itu, potensi manfaat tarif nol pun akan tertahan.