Era Baru Game Lokal: Dari 'Buang Waktu' Jadi Ladang Cuan Ekspor
Selama puluhan tahun, stigma "main game cuma buang-buang waktu" begitu melekat. Namun, kini saatnya kita geser pandangan tersebut jauh-jauh. Di era ekonomi digital, game telah bertransformasi. Ia menjadi salah satu pilar industri kreatif paling menjanjikan.
Kabar baiknya, Indonesia tidak lagi sekadar menjadi penonton. Para developer (pengembang) game lokal kini memasuki era baru. Mereka tidak lagi 'iseng-iseng' membuat karya. Kini, studio-studio profesional telah terbangun. Produknya bahkan sukses menembus pasar global. Game lokal bukan lagi hanya hiburan pengisi waktu luang. Kini ia menjadi ladang 'cuan' (profit) yang serius. Bahkan, ia menjadi komoditas ekspor digital yang membanggakan bangsa.
Sukses 'Mendunia' dari Ruang Tamu
Bukti bahwa industri ini serius tidaklah sulit dicari. Publik global telah mengakui karya-karya anak bangsa. Kita bisa melihat DreadOut, game horor besutan Digital Happiness dari Bandung. Game ini sukses membuat gamer mancanegara, termasuk PewDiePie, menjerit ketakutan. Hantu-hantu khas Indonesia berhasil memikat perhatian mereka.
Lalu ada Coffee Talk dari Toge Productions. Game simulasi visual novel yang menenangkan ini memungkinkan pemain menjadi barista di kafe fantasi. Game ini sukses besar di pasar konsol seperti Nintendo Switch dan PlayStation. Bahkan, Coffee Talk mendapat kolaborasi prestisius dengan brand di Shibuya, Jepang. Jangan lupakan A Space for the Unbound dari Mojiken Studio, Surabaya. Game ini baru-baru ini memenangkan berbagai penghargaan internasional. Dengan latar visual pixel art ala Indonesia tahun 90-an, game ini menyentuh hati pemain global dengan narasi yang kuat. Banyak game buatan Indonesia lainnya juga telah mendunia.