Pergantian pemimpin ini menunjukkan adanya dinamika yang signifikan dalam struktur ISIS. Setiap pemimpin baru menghadapi tantangan besar dalam mempertahankan kohesi organisasi di tengah tekanan militer yang terus meningkat. Perubahan ini juga menunjukkan kemampuan ISIS untuk tetap bertahan meskipun kehilangan pemimpin utamanya.
Adaptasi Strategi Operasional
Dengan kehilangan banyak wilayah dan tekanan militer yang terus meningkat, ISIS harus mengadaptasi strategi operasionalnya. Jika sebelumnya mereka mengandalkan penguasaan teritorial yang luas, kini mereka lebih fokus pada operasi gerilya dan serangan teroris di berbagai negara. Mereka memanfaatkan jaringan sel tidur yang ada di berbagai negara untuk melancarkan serangan secara sporadis.
Selain itu, ISIS juga memperluas operasinya di luar Timur Tengah dengan membentuk afiliasi di beberapa wilayah seperti Afrika Barat, Asia Tenggara, dan Afghanistan. Afiliasi ini beroperasi dengan otonomi yang relatif besar, tetapi tetap berkomitmen pada ideologi dan tujuan ISIS secara keseluruhan. Strategi ini memungkinkan ISIS untuk mempertahankan pengaruhnya meskipun kehilangan kendali teritorial.
Metode Perekrutan dan Propaganda
Dalam hal perekrutan, ISIS sangat efektif menggunakan media sosial dan internet untuk menarik anggota baru. Mereka memproduksi berbagai konten propaganda dalam berbagai bahasa untuk menjangkau audiens global. Konten ini seringkali berisi ajakan untuk melakukan hijrah (migrasi) ke wilayah yang dikuasai ISIS atau untuk melakukan serangan di negara asal masing-masing.