Selain dari aspek persenjataan, Hizbullah juga mampu mengerahkan sekitar 40.000 hingga 50.000 pejuang yang telah memperoleh pengalaman tempur dari pertempuran bersama pasukan rezim dalam perang saudara Suriah. Disiplin serta latihan tempur yang sangat baik mengukuhkan kekuatan dari pasukan Hizbullah, membuatnya berbeda dengan kelompok gerilya lainnya.
Situasi geografis Lebanon juga memberikan keunggulan bagi Hizbullah. Dengan adanya dukungan dari rezim yang bersahabat di Suriah dan Irak, membuka akses langsung ke Iran, membuat status Lebanon tidak terkepung oleh tetangga yang bermusuhan seperti halnya yang terjadi di Gaza.
Selama ini, Israel telah secara rutin menyerang target di Suriah yang dianggap terkait dengan pengiriman senjata ke Hizbullah. Namun, hasil dari serangan-serangan ini tidak menjamin kehancuran total terhadap pasokan persenjataan Hizbullah.
Jika terjadi konflik berskala penuh, kedua belah pihak dipastikan dapat menyebabkan kerugian yang signifikan satu sama lain. Ancaman perang ini juga mengubah keseimbangan strategis di wilayah Timur Tengah, di mana musuh Israel kini didominasi oleh aktor non-negara seperti Hizbullah, Hamas, Jihad Islam, Houthi, dan beberapa milisi di Irak dan Suriah yang turut didukung oleh Iran.
Dukungan yang konsisten dari AS kepada Israel juga semakin menimbulkan tekanan di wilayah Timur Tengah. AS sudah memastikan dukungannya kepada Israel jika terjadi konflik berskala penuh dengan Hizbullah. Hal ini membuat sejumlah aktor non-negara di wilayah ini juga mengintai kepentingan AS dan Barat.
Contohnya, kelompok Houthi di Yaman, yang sebelumnya hanya merupakan milisi kecil, kini dengan bantuan Iran telah mampu menembakkan rudal balistik ke arah Israel. Kelompok Houthi juga masih terus mengincar jalur pengiriman di Laut Merah, bahkan meskipun sudah ada armada yang dipimpin oleh AS di sekitar wilayah tersebut.