Peran pemerintah sangat penting dalam menyulap Johor sebagai kekuatan data center baru di Asia. Pemerintah menarik minat investor dengan memudahkan proses perizinan. Salgame bahkan menyatakan bahwa pengajuan, pembangunan, dan pengoperasian data center perusahaannya di Johor hanya memakan waktu sekitar 15 bulan.
Hendra Suryakusuma, Ketua Asosiasi Data Center Indonesia (IDPRO), juga menyebutkan bahwa Malaysia memberikan banyak insentif bagi pelaku data center. Perusahaan dengan teknologi ramah lingkungan bahkan mendapatkan insentif yang lebih banyak. Kendati demikian, kebutuhan listrik dan air menjadi ancaman serius di Malaysia. Riset Bank Investasi Kenanga memprediksi kebutuhan listrik dari data center di sana dapat mencapai 5 gigawatt pada 2035.
Wali Kota Johor Bahru, Mohd Noorazam Osman, mengatakan bahwa pemerintah harus mampu menyeimbangkan keuntungan ekonomi dengan kebutuhan masyarakat lokal. Hal ini diperlukan untuk memastikan bahwa pembangunan pabrik desalinasi bisa mengubah air laut atau air payau menjadi air tawar, sehingga kebutuhan air masyarakat lokal tetap terpenuhi. Area Johor Bahru bahkan mulai menghadapi krisis air karena alokasi air yang terlalu besar untuk data center.
Peran pemerintah dalam memberikan panduan jelas soal implementasi penggunaan data center ramah lingkungan juga sangat diperlukan di sana. Hal ini menjadi poin penting agar pertumbuhan industri data center di Malaysia dapat berlangsung sejalan dengan keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat setempat.