Fumi Ueki, kepala Leaf Brand Group dari perusahaan teh terbesar Jepang, Ito En, menyatakan bahwa permintaan luar negeri terhadap matcha bahkan mencapai rekor tertinggi tahun lalu. Situasi ini membuat stok di dalam negeri makin menipis, dan masyarakat Jepang sendiri mulai kesulitan mendapatkan produk matcha seperti sedia kala.
Masalah Panen Musiman dan Produksi Terbatas
Kelangkaan matcha juga diperparah oleh jadwal panen yang sangat terbatas. Matcha hanya bisa dipanen pada waktu tertentu setiap tahun, tepatnya antara akhir April hingga awal Juni. Hal ini membuat ketersediaan matcha sangat bergantung pada siklus panen tersebut. Dalam kondisi ideal pun, hasil panen hanya dapat menutupi kekurangan sementara, bukan menyelesaikan akar masalahnya.
Panen teh yang terbatas ini tentu menyulitkan produsen untuk menjaga ketersediaan matcha sepanjang tahun. Sementara itu, konsumsi global terus berlangsung tanpa mengenal musim. Hal ini menyebabkan ketimpangan yang cukup serius antara sisi penawaran dan permintaan.
Upaya Pemerintah Jepang untuk Menangani Krisis Matcha
Melihat ketidakseimbangan yang makin nyata, pemerintah Jepang mulai mengambil langkah taktis untuk mendorong peningkatan produksi. Salah satunya adalah dengan memberikan subsidi kepada petani teh yang bersedia beralih dari menanam sencha (jenis teh hijau lain) ke tencha, yaitu daun teh yang khusus dibudidayakan untuk dijadikan matcha.
Namun hingga kini, kebijakan ini masih dalam tahap perencanaan dan belum menunjukkan hasil nyata. Belum dapat dipastikan apakah langkah tersebut bisa benar-benar menyelesaikan permasalahan mendasar, yaitu ketimpangan antara tingginya permintaan dan produksi yang terbatas.
Apa Dampaknya bagi Konsumen Global?
Jika kamu penggemar matcha, besar kemungkinan akan mulai merasakan dampaknya dalam waktu dekat. Kelangkaan ini bisa menyebabkan harga matcha naik drastis, pembatasan pembelian oleh retailer, hingga penurunan kualitas produk yang beredar akibat terbatasnya bahan baku asli.