“Kalau saya terbang, kasian masyarakat tertahan untuk terbang. Terus saya paksakan ke perbatasan, tidak nyaman bagi saya. Lalu kalau saya tidak pergi, pekerjaan pemerintah gak jalan,” katanya dilematis.
Ia berharap pemerintah pusat dalam hal ini Presiden Republik Indonesia Joko Widodo mengambil kebijakan khusus terkait penerbangan MAF.
Karena, tegas bupati, yang menggunakan jasa MAF bukan hanya di Malinau, tidak hanya orang Dayak, tidak hanya orang perbatasan, tapi semua rakyat Indonesia yang ada di Kalimantan Utara (Kaltara). Bahkan, katanya lagi, pejabat pemerintah dari gubernur sampai pejabat terendah sudah pernah pakai jasa MAF.
“Bagi saya, bukan masalah masyarakat marah, tidak. Tapi malu kita. Malu rasanya kita. Kenapa, perbatasan di negara tetangga tenang-tenang, tapi di perbatasan kita ribut sekali,” ungkapnya prihatin.
Ia pun meminta pemerintah pusat untuk tetap melanjutkan penerbangan MAF dan tidak memberlakukan kebijakan pembekuan atau mengganti jadi niaga. Kecuali, kalau di Kaltara sudah terbangun jalan yang bagus untuk menghubungkan dari perbatasan dan pedalaman atau ada jasa penerbangan yang mampu melayani seperti MAF, baru kebijakan itu diberlakukan.