“Saya sedang duduk di kasur. Untung saja, kalau tidak mungkin saya pingsan,” ungkap Louis. “Ketika namanya disebut, saya hanya bisa berkata dalam hati: Ini bukan lelucon, ini benar-benar terjadi.”
Antara Kebanggaan dan Pertanyaan Baru
Meski merasa sangat bangga, Louis juga mulai bertanya-tanya apakah hubungan kakak-adik mereka masih bisa berjalan seperti biasa.
“Apakah saya masih bisa ngobrol santai dengannya? Atau harus panggil ‘Yang Mulia’, ‘Bapa Suci’? Kami pasti tidak bisa sembarangan menelepon lagi,” ucapnya sambil tertawa kecil.
Ia berharap hubungan keluarga mereka tetap terjaga, dan menantikan pertemuan kembali di Roma bersama kakak mereka yang lain, John, yang dijadwalkan datang dari kampung halaman mereka di Chicago.
Sosok Damai yang Menginspirasi
Louis mengenal adiknya sebagai pribadi yang tenang, rendah hati, dan pandai mendamaikan perbedaan.
“Saya pernah lihat dia menyatukan dua kelompok yang saling bermusuhan hanya dalam lima menit. Dia bisa menyentuh hati orang dan membuka mata mereka,” ujarnya penuh kebanggaan.