Benua Biru, Eropa, menghadapi masalah imigrasi dari berbagai penjuru. Di Italia, pulau kecil Lampedusa menjadi simbol krisis. Pulau ini dibanjiri perahu-perahu migran dari Afrika Utara. Sementara di Inggris, frasa "Stop the Boats" (Hentikan Perahu) menjadi mantra politik. Europe Population Immigrant
Saking sensitifnya, Inggris bahkan merancang kebijakan radikal. Mereka nekat mengirim pencari suaka ke Rwanda, sebuah negara di Afrika. Kebijakan ini dikecam PBB, namun tetap menunjukkan kepanikan pemerintah. Mereka berupaya keras menghadapi arus migran ilegal yang menyeberangi Selat Inggris. Di negara seperti Jerman dan Prancis, isu utamanya bergeser ke integrasi. Setelah menampung jutaan pengungsi, terutama dari Suriah pada 2015, ketegangan sosial mulai timbul. EU Migrant Integration
Ketakutan akan "hilangnya identitas nasional" dan persaingan sumber daya menjadi bahan bakar utama. Ini dimanfaatkan partai-partai politik sayap kanan (far-right). Partai-partai ini dulu dianggap ekstrem. Kini mereka memenangkan pemilu di berbagai negara Eropa. Kampanye anti-imigrasi yang blak-blakan menjadi daya tarik. Europe Anti-Migrant Politics
Mengapa Begitu Sensitif? Tiga Akar Masalah
Di balik drama politik di setiap negara, akar masalahnya nyaris selalu sama. Mari kita telaah lebih jauh.
-
Kecemasan Ekonomi: Ini adalah narasi klasik yang sering terdengar: "mereka mengambil pekerjaan kita." Banyak penelitian menunjukkan imigran justru mengisi lowongan kerja. Posisi itu seringkali tidak diinginkan warga lokal. Contohnya di sektor pertanian, konstruksi, atau perawatan lansia. Namun, ketakutan akan persaingan upah di kelas pekerja sangat nyata di tengah inflasi. Ketidakpastian ekonomi global memperparah kecemasan ini.
-
Beban Layanan Publik: Narasi kedua adalah "mereka membebani layanan kita." Isu ini paling sensitif di level masyarakat bawah. Ketika warga lokal kesulitan mendapatkan rumah terjangkau, antrean layanan kesehatan (seperti NHS di Inggris) semakin panjang, atau sekolah terasa penuh sesak. Kedatangan pendatang baru menjadi sasaran empuk kekesalan. Mereka juga membutuhkan layanan yang sama.
-
Krisis Identitas Budaya: Ini adalah isu yang paling dalam dan paling sulit diukur. Pertanyaan seperti "Apakah negara kita masih sama seperti dulu?" atau "Apakah budaya kita terancam?" muncul di mana-mana. Ketakutan akan perubahan, bahasa, dan agama yang dibawa pendatang baru sering dieksploitasi. Ini menciptakan jurang "kami" versus "mereka" yang sulit dijembatani. Persepsi ketakutan ini menjadi pendorong kuat. Fear Immigration Perception