Para ilmuwan memusatkan penelitian mereka pada proses dehidrasi mineral sedimen di bawah tanah, yang biasanya terjadi di dalam zona subduksi. Hal ini diyakini proses dehidrasi ini, yang dipengaruhi oleh suhu dan komposisi sedimen, biasanya mengendalikan lokasi dan tingkat slip antar lempeng.
Di Sumatera, tim melakukan pengeboran untuk mengambil sampel dari 1,5 km di bawah dasar laut. Mereka kemudian mengambil pengukuran komposisi sedimen dan sifat kimia, termal, dan fisik dan menjalankan simulasi untuk menghitung bagaimana sedimen dan batuan akan berperilaku begitu mereka menempuh jarak 250 km ke timur menuju zona subduksi, dan telah terkubur secara signifikan lebih dalam, mencapai suhu yang lebih tinggi.
Para periset menemukan bahwa sedimen di dasar lautan merupakan batuan yang terkikis dari pegunungan Himalaya dan Dataran Tinggi Tibet dan telah melewati ribuan kilometer sungai-sungai di darat dan di laut. Sedimen mencapai zona subduksi. Ini menciptakan bahan yang sangat kuat yang menyebabkan gempa di permukaan patahan subduksi ke kedalaman yang dangkal dan di atas area sesar yang lebih besar. Hal ini menyebabkan gempa yang sangat kuat terjadi pada tahun 2004.