Tuntutan mahasiswa di Australia sejalan dengan Inggris dan AS, yakni menyerukan universitas-universitas untuk melakukan divestasi dari perusahaan-perusahaan yang memiliki hubungan dengan Israel. Meskipun berlangsung secara damai, aksi solidaritas ini merupakan ekspresi nyata dari keprihatinan terhadap konflik di Palestina.
Di AS, aksi bela Palestina di kampus-kampus penuh dengan penangkapan dan kekerasan. Sejak pertengahan April, polisi telah menangkap setidaknya 2.100 demonstran di berbagai perguruan tinggi. Meski demikian, aksi dukungan untuk Palestina masih terus berlanjut hingga saat ini. Berbeda dengan AS, di Inggris dan Australia, situasinya cenderung lebih damai dengan kehadiran pasukan keamanan yang minim. Wakil rektor Universitas Sydney, Mark Scott, menyatakan bahwa kelompok pro-Palestina dapat tetap berada di kampus karena tidak ada kekerasan seperti yang terjadi di AS.
Sekutu dekat Israel seperti AS, Australia, dan Inggris belakangan ini menunjukkan kritik terhadap agresi pasukan Zionis di Gaza, meskipun sebelumnya mereka memiliki hubungan yang dekat dengan Israel. Agresi Israel ke Gaza sejak Oktober 2023 telah menelan korban jiwa yang cukup banyak. Serangan brutal tersebut mengakibatkan lebih dari 34.000 orang meninggal di Palestina, termasuk warga sipil dan fasilitas kesehatan yang menjadi sasaran.