Tampang

Kasus Pembunuhan Anak Lima Tahun di Lebak, Berawal dari Pesan Ancaman Yang Jadi Kenyataan, Bagaimana Kronologi dan Apa Motifnya?

26 Sep 2024 19:36 wib. 50
0 0
Kasus Pembunuhan Anak Lima Tahun di Lebak, Berawal dari Pesan Ancaman Yang Jadi Kenyataan, Bagaimana Kronologi dan Apa Motifnya?
Sumber foto: Google

RH bahkan sempat datang ke rumah sakit untuk melihat kondisi jasad korban setelah ditemukan. Saat itu, Hardi mengatakan RH bertingkah seolah tak terjadi apa-apa.

"Ada salah satu pelaku informasinya juga ikut takziah ketika korban ditemukan," ujar Hardi.

Para tersangka dijerat pasal 80 ayat (3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan hukuman 15 tahun penjara dan denda Rp3 miliar.

Polisi mengatakan pembunuhan ini dilatari oleh rasa sakit hati SA karena sering ditagih utang oleh ibu dari APH. Menurut Hardi, tersangka SA memiliki utang pinjaman online sebesar Rp75 juta. Pinjaman itu didapat menggunakan identitas dari ibu korban.

"Karena setiap tagihan kan masuknya ke si ibu A, sehingga dia menagih kepada pelaku,” tutur Hardi.

Selain itu, Hardi mengatakan tersangka SA juga dendam karena anaknya kerap dimarahi oleh ibu korban. Sekitar satu bulan sebelum APH diculik dari rumahnya hingga ditemukan tak bernyawa di Pantai Cihara, polisi mengatakan bahwa kedua orang tuanya beberapa kali menerima ancaman melalui pesan Whatsapp.

"Beliau ibu korban sering mendapatkan teror, berupa ancaman di WA. 'Akan saya bunuh', baik anak maupun suami," kata Kapolres Cilegon AKBP Kemas Indra Natanegara pada Jumat (20/09).

Setelah mendapat ancaman pembunuhan itu, ibu dan ayah korban disebut sempat melaporkannya kepada polisi.

"Sempat melaporkan ke kami sudah kita komunikasikan dengan ibu saat itu apabila ibu mendapatkan ancaman silahkan bisa lapor ke kami, kemudian bisa difotokan yang mencurigakan di kantornya," tutur Kemas.

Namun pada Senin (23/09), Kasatreskrim Polres Cilegon AKP Hardi Meidikson mengklarifikasi soal laporan tersebut dan menyebut bahwa orang tua korban “tidak jadi melapor”.

"Jadi pada saat ada ancaman itu memang ayah korban sudah memiliki screenshot yang sudah di-print dan berencana akan melakukan laporan ke Polres, tapi pada saat itu juga ternyata setelah ditunggu itu tidak jadi laporan," kata Hardi.

Hardi mengaku telah mengklarifikasi hal itu kepada ayah korban. Alasannya apa yang kita juga tidak tahu kalaupun ada laporan pasti sudah akan kita tindaklanjuti, karena beberapa laporan terkait pengancaman dan lain sebagainya langsung kita tindaklanjuti, tuturnya.

Hardi mengeklaim bahwa setelah anaknya menghilang, ayah korban baru bercerita soal ancaman tersebut. Kami bilang, coba lihat nomor telepon yang mengancam yang mana? Ditunjukkan lah. Setelah itu kami telusuri, salah satu faktor kami bisa mengungkap dari situ juga, ujar Hardi.

"Jadi bukannya beberapa bulan lalu sudah laporan lalu sudah ditanggapi, itu enggak ada," sambungnya.

Apakah informasi itu sempat diterima polisi, terlepas laporannya masuk atau tidak, Hardi mengatakan harus mengecek lebih dulu.

"Saya harus komunikasikan dulu, karena kebetulan saya juga baru di sini kurang lebih baru satu bulan kurang pas kejadian itu," ujarnya.

Pengamat kepolisian dan hukum pidana sepakat bahwa polisi telah gagal mencegah terjadinya pembunuhan tersebut berbekal informasi soal ancaman yang diterima oleh orang tua korban. Polisi berdalih orang tua korban batal melapor. Namun menurut pengamat kepolisian dari Universitas Islam Indonesia (UII) Eko Riyadi, polisi idealnya tetap mengusut informasi itu.

“Kalau polisi sudah punya informasi valid [mengenai ancaman], bisa dibilang polisi gagal menjalankan kewajibannya,” tutur Eko yang juga menyebut bahwa mengusut pelaku pengancaman melalui pesan WhatsApp adalah tugas yang relatif mudah bagi penyidik. Jadi kalau alasannya belum lapor secara resmi padahal ancaman itu sudah aktual dan polisi sudah tahu, itu menggambarkan paradigma represif polisi, bukan preventif.

Ancaman pembunuhan melalui pesan Whatsapp sudah termasuk ke dalam tindak pidana berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang lama maupun yang baru, kata peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Iftita Sari. Jadi, polisi tetap punya wewenang untuk mengusutnya walau tak ada laporan resmi.

#HOT

0 Komentar

Belum ada komentar di artikel ini, jadilah yang pertama untuk memberikan komentar.

BERITA TERKAIT

BACA BERITA LAINNYA

POLLING

Apakah Indonesia Menuju Indonesia Emas atau Cemas? Dengan program pendidikan rakyat seperti sekarang.