Kejaksaan Agung Republik Indonesia terus melakukan pendalaman terhadap kasus suap dan gratifikasi yang menyeret sejumlah hakim terkait vonis bebas Gregorius Ronald Tannur. Meskipun kasus ini telah disidangkan, proses penyelidikan belum berhenti. Terbaru, salah satu terdakwa, yakni hakim Heru Hanindyo, kembali menjadi sorotan publik setelah ditetapkan sebagai tersangka Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) sejak 10 April 2025.
Penetapan tersangka ini memperkuat dugaan bahwa suap dan gratifikasi dalam dunia peradilan tidak hanya berhenti pada penerimaan uang, namun juga menjalar ke praktik pencucian uang. Heru Hanindyo diduga mencuci uang hasil suap dan gratifikasi selama periode 2020 hingga 2024. Ia dijerat dengan Pasal 3 atau Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Dalam kasus sebelumnya, Heru bersama dua hakim Pengadilan Negeri Surabaya lainnya didakwa menerima suap sebesar Rp1 miliar, SGD308.000 (setara lebih dari Rp3,5 miliar), dan gratifikasi senilai Rp4,6 miliar. Seluruh uang tersebut diduga terkait dengan pengaturan vonis ringan atau pembebasan dalam sejumlah perkara, termasuk yang paling menyita perhatian publik: kasus kekerasan yang dilakukan oleh Ronald Tannur terhadap korban Dini Andam Dewi.