Buya Yahya, seorang ulama ternama di Indonesia, menuai kontroversi baru-baru ini setelah menyebut Tahun Baru Hijriyah bukanlah Hari Raya. Pernyataan ini menuai perdebatan di kalangan masyarakat. Apa sebenarnya yang dimaksud oleh Buya Yahya dengan pernyataannya ini?
Tahun Baru Hijriyah, yang jatuh pada tanggal 1 Muharram, merupakan perayaan penting dalam kalender Islam. Di Indonesia, perayaan ini seringkali diidentikkan dengan "Hari Raya" dan dirayakan dengan berbagai tradisi, seperti memberikan ucapan selamat kepada sesama, berziarah ke makam, dan sebagainya. Namun, menurut Buya Yahya, seharusnya Tahun Baru Hijriyah tidak disebut sebagai Hari Raya. Beliau menegaskan bahwa peringatan Tahun Baru Hijriyah seharusnya tidak dirayakan dengan meriah, tetapi lebih sebagai momentum untuk introspeksi diri dan meningkatkan keimanan.
Salah satu alasan yang diberikan oleh Buya Yahya adalah bahwa Tahun Baru Hijriyah seharusnya dijadikan sebagai momen refleksi dan perenungan, bukan sebagai momen perayaan yang diwarnai oleh kegembiraan yang berlebihan. Beliau menekankan pentingnya telaah mendalam terhadap makna dari perayaan ini sebagai upaya untuk merekatkan hubungan yang lebih erat antara manusia dengan Sang Pencipta. Dengan demikian, Buya Yahya ingin memberikan pemahaman yang lebih mendalam kepada umat Muslim, bahwa Tahun Baru Hijriyah seharusnya diidentikkan dengan sikap introspektif dan perenungan yang mendalam.
Buya Yahya juga menaruh perhatian pada fenomena social media dan dampaknya terhadap penyebaran informasi. Beliau menyayangkan bagaimana peringatan Tahun Baru Hijriyah seringkali diwarnai oleh kegembiraan yang berlebihan di media sosial, di mana pesan-pesan selamat dan ucapan-ucapan manis dipamerkan tanpa disertai makna dan kekhidmatan yang sebenarnya. Dalam hal ini, beliau mengajak umat Muslim untuk lebih bijak dalam merayakan Tahun Baru Hijriyah, dan untuk lebih memahami esensi sebenarnya dari peringatan ini.