Pernahkah Anda membayangkan bagaimana rasanya tidak bisa mendapatkan obat yang sangat dibutuhkan untuk menjaga kesehatan Anda? Bagi para pasien pasca-transplantasi ginjal di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) yang menggunakan fasilitas BPJS Kesehatan, hal ini bukan sekadar bayangan, melainkan kenyataan yang mereka hadapi setiap harinya. Kelangkaan obat yang terjadi selama berbulan-bulan telah menciptakan keprihatinan dan kekhawatiran yang mendalam di kalangan pasien, serta mendorong Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) untuk bersuara keras mengecam situasi tersebut.
Seorang pasien bernama Achwan (50 tahun) menuturkan bahwa pasien yang menggunakan fasilitas BPJS Kesehatan selalu terlambat mendapatkan obat. Bahkan, pada bulan April 2024, pasien seperti dirinya sama sekali tidak mendapatkan obat yang sangat penting bagi kelangsungan hidup mereka. "Bulan ini saya belum ada kabar sama sekali dari farmasi Kanigara RSCM untuk mengambil obat," ungkap Achwan dengan kecemasan yang terlihat jelas dalam kata-katanya.
Menurut hasil penelusuran Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI), obat-obat jenis Sandimmun, Certican, dan Myfortic, yang merupakan obat utama bagi pasien transplantasi organ, terus mengalami kelangkaan. Kondisi ini telah menciptakan dampak yang sangat serius bagi para pasien, di mana risiko terbesar yang dihadapi adalah ginjal donor akan mengalami penolakan atau rejeksi jika obat yang dibutuhkan tidak segera tersedia.
Terkait dengan hal ini, tergambar kecemasan dan kesulitan yang dihadapi oleh para pasien. Para pasien mencari jalan keluar dengan cara yang belum seharusnya mereka lakoni. Sebagai contoh, mereka saling meminjam obat kepada sesama pasien pasca-transplantasi, atau bahkan terpaksa untuk membeli obat dengan biaya yang sangat mahal, yang pada akhirnya memberatkan mereka secara finansial. Dengan situasi ini, sangatlah penting untuk segera menemukan solusi agar pasien tidak hanya terhindar dari risiko kesehatan, namun juga dari tekanan psikologis yang mereka alami.