Selain itu, sistem rujukan berjenjang yang rumit seringkali menjadi 'tembok' birokrasi. Pasien tidak bisa langsung ke dokter spesialis di rumah sakit besar. Mereka harus melalui Faskes I terlebih dahulu. Jika Faskes I tidak bisa menangani, baru dirujuk ke RS Tipe C, lalu Tipe B, dan akhirnya Tipe A. Bagi pasien dalam kondisi darurat atau yang tinggal di daerah terpencil, prosedur ini bisa "membuang waktu emas". Situasi ini berpotensi membahayakan nyawa.
Ironi pemerataan juga terjadi di daerah terpencil, perbatasan, dan kepulauan (DTPK). Penduduk mungkin 100% memiliki kartu BPJS. Namun, rumah sakit terdekat bisa berjarak enam jam perjalanan perahu. Jumlah dokter spesialis, ketersediaan obat, dan fasilitas penunjang sangat jomplang antara Jawa dan luar Jawa. Ini menunjukkan bahwa cakupan kartu belum berarti akses layanan yang merata Kualitas Layanan BPJS, Akses Kesehatan BPJS, Tantangan Pelayanan BPJS.
Masalah besar lainnya datang dari kepatuhan "gotong royong" yang pincang. Ini banyak terjadi pada peserta mandiri (PBPU - Peserta Bukan Penerima Upah). Banyak yang mendaftar hanya ketika sakit, lalu berhenti membayar iuran setelah sembuh. Pola "hit-and-run" ini merusak prinsip gotong royong yang menjadi dasar JKN. Hal ini juga membebani keuangan sistem secara keseluruhan.
Transformasi Keuangan: Dari Defisit ke Surplus, Namun Tunggakan Mengancam
Publik tentu ingat bagaimana selama bertahun-tahun, terutama sebelum 2020, BPJS Kesehatan identik dengan kata defisit. Pengeluaran untuk klaim kesehatan, terutama penyakit katastrofik seperti jantung dan kanker, jauh lebih besar daripada pendapatan iuran. Defisit triliunan rupiah ini pernah membuat BPJS menunggak pembayaran ke rumah-rumah sakit. Ini mengganggu arus kas rumah sakit dan ketersediaan layanan.
Dulu, penanganannya bersifat darurat. Pemerintah berulang kali menyuntikkan dana talangan melalui Penyertaan Modal Negara (PMN). Tujuannya hanya untuk "menjaga BPJS tetap bernapas". Namun, solusi permanen dibutuhkan. Solusi "pahit" akhirnya diambil pada tahun 2020-2021, yaitu kenaikan iuran peserta. Meskipun sangat tidak populer dan menuai protes, langkah ini terbukti manjur.