Dampak buruk dari konsumsi lemak trans secara berlebihan telah terbukti dapat meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular seperti penyakit jantung, peradangan, kenaikan berat badan, jumlah kolesterol 'jahat', serta risiko kanker. Oleh karena itu, WHO mendorong pemerintah Indonesia untuk menetapkan batas kandungan lemak trans pada pangan dengan kebijakan peraturan yang kuat dan didukung oleh undang-undang nasional.
WHO juga menganjurkan dua pilihan kebijakan terbaik untuk mengeliminasi lemak trans, yaitu membatasi lemak trans hingga 2 g per total kandungan lemak di semua makanan (2 g/100 g total lemak) dan melarang produksi, impor, penjualan, serta penggunaan minyak terhidrogenasi parsial (PHO) di semua makanan.
Kebijakan tersebut telah diadopsi oleh 53 negara anggota WHO sejalan dengan pendekatan WHO REPLACE yang dirilis pada tahun 2018.