Bahasa Cia-Cia, yang dipertuturkan oleh kelompok etnis di Kota Baubau, Pulau Buton, Sulawesi Tenggara, memiliki keunikan tersendiri. Masyarakat Cia-Cia telah mengadopsi aksara Hangeul dari Korea sebagai salah satu cara untuk melestarikan bahasa dan budaya mereka. Keputusan ini mencerminkan semangat yang kuat untuk mempertahankan warisan bahasa dan tradisi mereka.
Dalan Mehuli Perangin Angin, seorang ahli bahasa dari Universitas Sanata Dharma, menekankan bahwa penggunaan aksara Hangeul oleh masyarakat Cia-Cia adalah bukti nyata dari keinginan mereka untuk melestarikan bahasa asli mereka. Hal ini mencerminkan kesadaran akan pentingnya mempertahankan identitas bahasa dan budaya mereka di tengah arus globalisasi.
Sebelum adopsi aksara Hangeul, banyak masyarakat Cia-Cia merasa kurang percaya diri dalam menggunakan bahasa daerah mereka dalam konteks formal. Namun, dengan kedatangan Sarianto, seorang pelajar yang dikirim ke Korea Selatan untuk mempelajari Hangeul, pandangan masyarakat mulai berubah.
Sarianto menyatakan bahwa setelah pengenalan aksara Hangeul, ada peningkatan kepercayaan diri dalam menggunakan Bahasa Cia-Cia, baik dalam konteks lokal maupun internasional. Dengan demikian, adopsi aksara Hangeul telah membantu memperluas jangkauan dan pemahaman akan Bahasa Cia-Cia, serta menciptakan rasa bangga akan warisan bahasa dan budaya mereka.