Tengoklah isi rumah kita, mungkin tersimpan berbagai benda yang tidak lagi digunakan. Ada tumpukan majalah edisi lama, cangkir suvenir dari acara tahun lalu, atau pakaian yang sudah tidak muat tapi tetap disimpan di lemari. Kebiasaan mengoleksi barang yang tampaknya tidak memiliki nilai fungsional ini adalah fenomena umum yang terjadi di mana saja. Lebih dari sekadar menimbun barang, kebiasaan ini sebenarnya berhubungan erat dengan psikologi, memori, dan identitas diri.
Nilai Emosional di Balik Barang Mati
Secara logika, barang yang tidak terpakai seharusnya dibuang untuk memberi ruang. Namun, manusia seringkali punya ikatan emosional yang kuat dengan benda mati. Sebuah tiket bioskop dari kencan pertama atau kartu ucapan dari teman lama bisa jadi benda yang tidak lagi berfungsi, tapi punya nilai sentimental yang tak ternilai harganya. Benda-benda ini berfungsi sebagai penanda memori yang membantu kita mengenang momen penting dalam hidup.
Psikologi menyebut fenomena ini sebagai eksternalisasi memori. Otak kita tidak bisa menyimpan setiap detail pengalaman, jadi kita menggunakan benda-benda fisik sebagai jangkar untuk memicu ingatan. Saat melihat kembali benda-benda ini, kita tidak hanya melihat objeknya, tapi juga merasakan kembali emosi, suasana, dan cerita di baliknya. Melepas benda-benda ini bisa terasa seperti melepaskan sebagian dari ingatan atau identitas kita.