Selain aturan berambut, aturan berpakaian juga mencerminkan obsesi negara itu terhadap keseragaman dan digunakan sebagai alat rekayasa sosial. Pakaian tradisional yang dikenal sebagai 'Choson-ot' sering diwajibkan untuk acara resmi dan pertemuan umum. Namun, bahkan di luar acara seremonial, warga negara diharapkan untuk mematuhi aturan berpakaian yang sederhana.
Pada tahun lalu, Korea Utara menambahkan Undang-Undang Penolakan Pemikiran dan Budaya Reaksioner yang menyatakan bahwa wanita yang mengenakan pakaian yang tidak mencapai garis lutut akan dianggap melanggar prinsip-prinsip 'etika sosialis'. Perempuan yang melanggar aturan tersebut bisa dihukum secara tidak proporsional.