Tampang

Kenapa Banyak Orang Rela Membayar Mahal Demi Status Sosial?

28 Agu 2025 14:04 wib. 40
0 0
Mewah
Sumber foto: Canva

Konsumerisme sebagai Bahasa Baru

Dalam masyarakat modern yang serba terhubung, konsumerisme telah menjadi bahasa baru untuk mendefinisikan diri. Barang-barang yang kita miliki, tempat yang kita kunjungi, bahkan makanan yang kita unggah di media sosial, semuanya berfungsi sebagai penanda identitas. Gaya hidup yang ditampilkan di platform digital seperti Instagram atau TikTok sangat mendorong perilaku konsumsi status ini. Setiap unggahan tentang liburan mewah atau makan malam di restoran mahal adalah bentuk validasi sosial.

Fenomena ini diperkuat oleh fenomena FOMO (Fear of Missing Out). Banyak orang merasa tertekan untuk mengikuti tren atau standar yang ditetapkan oleh lingkaran sosialnya. Jika teman-teman sudah punya mobil baru, rasanya tidak lengkap jika tidak memilikinya juga. Tekanan ini menciptakan siklus pengeluaran yang tidak sehat. Orang-orang merasa perlu untuk terus-menerus menaikkan standar agar tidak "ketinggalan" atau dianggap kurang sukses.

Peran Media Sosial dan Iklan dalam Menggiring Perilaku

Media sosial adalah mesin utama di balik dorongan untuk mencapai status sosial melalui konsumsi. Platform ini dirancang untuk menampilkan kehidupan orang lain secara ideal, yang seringkali memicu perbandingan sosial. Kita melihat selebritas dan influencer memamerkan gaya hidup mewah, dan secara tidak sadar, kita mulai menginternalisasi bahwa gaya hidup itulah yang ideal dan patut dikejar.

Iklan juga memainkan peran penting. Pemasar tidak lagi hanya menjual produk, tetapi juga menjual mimpi. Mereka mengasosiasikan produk mereka dengan gaya hidup mewah, kebebasan finansial, atau kebahagiaan. Iklan-iklan ini menanamkan gagasan bahwa dengan membeli produk tertentu, kita bisa menjadi bagian dari kelompok yang sukses dan bahagia.

#HOT

0 Komentar

Belum ada komentar di artikel ini, jadilah yang pertama untuk memberikan komentar.

BERITA TERKAIT

BACA BERITA LAINNYA

POLLING

Dampak PPN 12% ke Rakyat, Positif atau Negatif?