Cara kita bekerja telah mengalami pergeseran besar. Kantor fisik tidak lagi menjadi satu-satunya tempat untuk menyelesaikan pekerjaan. Konsep Work From Anywhere (WFA) telah menjadi istilah yang familiar, menawarkan fleksibilitas untuk bekerja dari rumah, kafe, atau bahkan negara lain. Meskipun istilah ini sangat populer selama pandemi COVID-19, akarnya jauh lebih dalam dari itu, berawal dari evolusi teknologi, perubahan budaya kerja, dan pencarian keseimbangan hidup-kerja yang lebih baik.
Benih Awal Konsep "Kerja Jarak Jauh"
Sebelum WFA menjadi tren global, konsep kerja jarak jauh atau telecommuting sudah muncul sejak puluhan tahun lalu. Istilah telecommuting pertama kali dicetuskan oleh fisikawan Jack Nilles pada tahun 1973. Saat krisis minyak melanda Amerika Serikat, Nilles mengusulkan ide agar para pekerja dapat bekerja dari rumah menggunakan teknologi komputer dan telepon untuk mengurangi konsumsi bahan bakar dan kemacetan. Meskipun saat itu teknologi masih sangat terbatas, ide ini menanamkan benih bahwa pekerjaan tidak harus terikat pada lokasi fisik.
Sepanjang tahun 1980-an dan 1990-an, beberapa perusahaan mulai bereksperimen dengan kerja jarak jauh, meskipun penerapannya masih sangat terbatas dan hanya untuk pekerjaan tertentu. Komputer pribadi dan internet dial-up mulai mempermudah kolaborasi, tetapi keterbatasan kecepatan dan akses masih menjadi kendala besar.
Munculnya "Digital Nomad" dan Perluasan Ide Fleksibilitas
Memasuki era 2000-an, dengan berkembangnya internet berkecepatan tinggi, Wi-Fi, dan perangkat portabel seperti laptop dan ponsel pintar, gagasan bekerja di luar kantor mulai mendapatkan momentum baru. Istilah "Digital Nomad" mulai populer, menggambarkan sekelompok pekerja yang sepenuhnya mobile, menggabungkan pekerjaan dengan gaya hidup nomaden, sering berpindah-pindah tempat, dan bekerja dari mana saja di seluruh dunia.