Sensasi pusing, mual, bahkan muntah saat berada di dalam kendaraan yang bergerak adalah pengalaman tidak menyenangkan yang dikenal sebagai motion sickness. Kondisi ini bisa menyerang siapa saja, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa, dan dapat mengubah perjalanan yang seharusnya menyenangkan menjadi siksaan. Motion sickness bukanlah penyakit, melainkan respons normal tubuh terhadap sinyal yang membingungkan. Memahami apa yang terjadi di balik sensasi ini adalah kunci untuk menemukan cara efektif menguranginya.
Ketika Otak Mengalami Kebingungan Sinyal
Pada dasarnya, motion sickness terjadi karena adanya konflik antara sinyal-sinyal yang dikirimkan ke otak. Otak kita mengandalkan tiga sistem utama untuk menjaga keseimbangan dan orientasi ruang:
- Mata (Sistem Visual): Melihat pemandangan bergerak di luar jendela mobil atau gelombang laut.
- Telinga Bagian Dalam (Sistem Vestibular): Mendeteksi gerakan, percepatan, dan perubahan posisi kepala.
- Sistem Saraf Tepi: Merasakan posisi tubuh melalui sentuhan dan tekanan dari kursi.
Saat berada di dalam kendaraan, misalnya mobil, mata kita mungkin fokus pada interior yang diam—seperti dashboard atau buku—sehingga mengirimkan sinyal ke otak bahwa kita tidak bergerak. Di saat yang sama, telinga bagian dalam merasakan setiap belokan, rem, dan guncangan, mengirimkan sinyal kuat bahwa kita sedang bergerak. Tubuh bagian bawah juga merasakan getaran dan tekanan dari kursi.
Konflik sinyal inilah yang membingungkan otak. Otak tidak tahu mana informasi yang benar. Sebagai respons terhadap kebingungan ini, otak melepaskan zat kimia yang menyebabkan sensasi mual dan pusing, sebagai mekanisme perlindungan karena ia mengira kita telah menelan racun atau berada dalam kondisi berbahaya.