Larangan berpartisipasi dalam Olimpiade bukan hanya disebabkan oleh konflik perang, namun juga oleh isu-isu politik dan sosial yang signifikan. Sebagai contoh, pada tahun 2000, Afghanistan menghadapi larangan dalam Olimpiade Melbourne akibat kebijakan Taliban yang membatasi peran serta perempuan dalam olahraga. Meskipun pada saat ini, Taliban kembali berkuasa di Kabul, atlet Afghanistan tetap berpartisipasi di Olimpiade Paris 2024, namun di bawah bendera Republik Islam Afghanistan yang digulingkan Taliban pada tahun 2021.
Selanjutnya, Kuwait menghadapi diskors oleh Komite Olimpiade Internasional pada Oktober 2015 karena campur tangan pemerintah dalam komite Olimpiade negara tersebut. Dampaknya, atlet Kuwait berpartisipasi dalam Olimpiade Rio de Janeiro 2016 sebagai atlet Olimpiade independen di bawah bendera Olimpiade.
Pada Olimpiade Musim Dingin Beijing 2022, Korea Utara juga dihadapkan pada larangan berpartisipasi akibat keputusannya untuk mundur dari Olimpiade Tokyo 2020, dengan alasan terkait Covid-19 yang dianggap melanggar Piagam Olimpiade.
Selain itu, isu doping juga menjadi faktor penting dalam penentuan larangan berpartisipasi dalam Olimpiade. Pada Olimpiade 2016, banyak atlet Rusia dilarang berkompetisi di Rio karena adanya doping yang ternyata didukung oleh negara. Larangan tersebut juga berlanjut pada Olimpiade Musim Dingin 2018 dan Olimpiade Musim Panas 2020 Tokyo.