Pada pekan ini, wacana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi sorotan utama. Rencana pemerintah untuk menggeser tarif PPN dari 10 persen menjadi 12 persen mendapat beragam tanggapan dari berbagai pihak. Partai politik, terutama PDIP dan PKS, turut merespons keras terhadap rencana kenaikan tersebut. Menolak keras kebijakan pemerintah, PDIP menilai bahwa kenaikan PPN akan membuat beban kelompok menengah semakin berat, sementara PKS mengungkapkan keprihatinan tentang daya beli yang semakin terpuruk.
Partai PDI Perjuangan (PDIP), yang sebelumnya menjadi pendukung kebijakan pemerintah, tiba-tiba berbalik arah dengan menolak keras rencana kenaikan PPN. Menurut PDIP, kenaikan tarif PPN tersebut dapat dianggap sebagai penghianatan terhadap rakyat menengah. Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto, Anggota Komisi XI DPR Fraksi PDIP, Andreas Eddy Susetyo, meminta kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati agar kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025 dikaji ulang. Menegaskan bahwa partainya menolak rencana kenaikan PPN tersebut karena dianggap sebagai kebijakan yang tidak pro-rakyat. Menurutnya, kebijakan tersebut seakan menggebuk kelas menengah yang sudah merasakan beban cukup berat akibat pandemi serta tekanan ekonomi global. Dalam konferensi pers, Hasto juga menyoroti bahwa kenaikan PPN akan memberikan beban tambahan bagi masyarakat, terutama di tengah kondisi ekonomi yang belum pulih sepenuhnya.