Politik populis, di sisi lain, sering menggambarkan pemerintah sebagai pahlawan yang berjuang untuk rakyat kecil. Dalam upaya untuk memenangkan hati masyarakat, para penguasa ini menggunakan retorika yang kuat, menekankan bahwa subsidi adalah bentuk perhatian mereka terhadap kehidupan sehari-hari rakyat. Namun, di balik narasi tersebut, terdapat strategi kekuasaan yang lebih dalam. Dengan menciptakan ketergantungan masyarakat pada subsidi, para penguasa dapat memperkuat posisi mereka dan memperpanjang kekuasaan oligarki yang mengendalikan perekonomian.
Fenomena ini semakin memperburuk ketimpangan, karena subsidi tidak dikelola dengan transparansi dan akuntabilitas. Dalam banyak kasus, distribusi subsidi tidak merata, dan sering kali hanya menjangkau kalangan tertentu. Oleh karena itu, meskipun secara nominal subsidi terlihat seperti langkah positif, efektivitasnya dalam mengurangi kemiskinan dan ketimpangan sering kali diragukan. Hal ini membuktikan bahwa subsidi, yang seharusnya menjadi alat untuk menyejahterakan masyarakat, justru dapat menjadi alat untuk mempertahankan kekuasaan oligarki.
Bukan rahasia lagi bahwa oligarki cenderung mempengaruhi kebijakan publik demi kepentingannya sendiri. Dalam banyak skenario, keputusan fasilitas subsidi diambil tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap masyarakat secara keseluruhan. Hal ini menciptakan sistem di mana kekuasaan oligarki semakin diperkuat, sementara masyarakat yang lebih luas tetap terjebak dalam siklus kemiskinan dan ketidakadilan. Ketimpangan sosial akan terus berlanjut jika subsidi tetap menjadi alat yang sama sekali tidak menyentuh akar masalah.