Sementara itu, di Indonesia, ketidakpastian juga meningkat karena akan adanya masa transisi presiden baru dari Joko Widodo ke Prabowo Subianto. Situmorang menambahkan bahwa ketidakpastian global terkait AS dan Euro Area Election serta persiapan transisi Presiden dan Pilkada di Indonesia bisa memicu investor untuk memilih aset aman dan menjual aset lain, seperti rupiah.
Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, menyatakan bahwa pelemahan rupiah terjadi akibat sentimen risk-off yang muncul secara global setelah Joe Biden mengumumkan bahwa tidak akan melanjutkan pencalonan dirinya serta laporan pertumbuhan produk domesti bruto (PDB) AS yang mengalahkan ekspektasi pasar.
Namun, ada harapan terkait inflasi Personal Consumption Expenditure (PCE) AS yang terjadi, di mana inflasi PCE pada Juni lalu mencapai 2,5% secara tahunan. Hal ini diharapkan mampu mengurangi tekanan terhadap mata uang Garuda ke depan. Dengan harapan ini, pasar akan semakin terbuka lebar terhadap pemangkasan suku bunga bank sentral AS dalam pertemuan September mendatang.