Selain faktor politik AS, kebijakan moneter China juga berdampak pada pergerakan rupiah dan yuan. Bank Sentral China (PBoC) memutuskan untuk menurunkan suku bunga kebijakan pada sesi pertama pasar Asia. PBoC menurunkan suku bunga acuan 1 tahun dan 5 tahun sebesar 10 bps menjadi 3,35% dan 3,85%. Kekhawatiran terhadap kebijakan moneter AS yang lebih ketat, yang berasal dari kemungkinan Donald Trump menjadi presiden, juga membuat para pelaku pasar waspada terhadap aset-aset yang terekspos di China.
President terpilih, Prabowo Subianto yang menginginkan pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa mencapai 8% selama lima tahun masa kepemimpinannya akan sulit tercapai, jika permasalahan struktural ekonomi Indonesia tak dibenahi. Data menunjukkan bahwa selama dua periode Presiden Joko Widodo menjabat, pertumbuhan ekonomi Indonesia stagnan di kisaran 5%.
Dari data-data tersebut, terlihat bahwa kondisi ekonomi global sangat mempengaruhi pergerakan mata uang negara-negara di Asia termasuk rupiah dan yuan. Ketidakpastian politik, kebijakan moneter, serta kondisi ekonomi domestik menjadi faktor utama yang mempengaruhi pergerakan nilai tukar mata uang. Hal ini menunjukkan bahwa stabilitas politik dan kebijakan ekonomi yang kuat sangat penting untuk menjamin kestabilan nilai tukar dan kesehatan ekonomi suatu negara.