Keputusan yang diambil oleh Dekan Treasury AS dua bulan lalu tentang inflasi telah memberikan dampak yang signifikan terhadap harga emas di pasar spot. Pada Kamis (11/7/2024) lalu, harga emas mengalami kenaikan sebesar 1,84% menjadi US$ 2.414,77 per ons troy, mencapai level tertinggi sejak 20 Mei 2024. Bahkan, mencapai level tertinggi dalam sejarah, yakni US$ 2.400 per ons troy.
Namun, pada hari Jumat (12/7/2024) sekitar jam 06.24 WIB, harga emas di pasar spot justru mengalami penurunan sebesar 0,07% menjadi US$ 2.413,06 per ons troy. Fluktuasi harga yang signifikan ini menunjukkan volatilitas pasar yang tinggi dalam perdagangan komoditas emas.
Penyebab kenaikan harga emas pada Kamis adalah adanya penurunan inflasi yang tidak terduga pada bulan Juni di Amerika Serikat. Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan bahwa indeks harga konsumen (IHK) mengalami inflasi sebesar 3% (yoy) pada Juni 2024, turun dari angka 3,3% pada bulan Mei 2024. Angka inflasi yang lebih rendah dari perkiraan pasar ini turut menekan dolar AS dan imbal hasil US Treasury.
Pada penutupan perdagangan, indeks dolar Amerika Serikat merosot menjadi 104,46, mencapai level terendahnya dalam 1,5 bulan terakhir. Sementara imbal hasil US Treasury 10 tahun juga turun ke 4,212%, mencapai level terendahnya sejak 18 Juni 2024.
Dampak dari pelemahan dolar AS dan imbal hasil US Treasury ini membuat harga emas semakin menarik bagi para investor. Selain itu, adanya ekspektasi pemotongan suku bunga oleh The Federal Reserve juga turut membuat harga emas terdorong naik.
Kondisi pasar yang fluktuatif ini menunjukkan adanya banyak faktor yang memengaruhi harga emas, terutama terkait dengan kebijakan moneter dan inflasi di Amerika Serikat. Sebagai komoditas yang dianggap sebagai "safe-haven" atau tempat investasi yang aman dalam kondisi ketidakpastian ekonomi, harga emas cenderung naik ketika dolar melemah atau suku bunga rendah.