Perang dagang antara China dan Amerika Serikat (AS) semakin memanas, mengakibatkan dendam baru yang berpotensi menimbulkan petaka bagi ekonomi global. Setelah mengalami blokade perdagangan dari AS, China akhirnya memberikan balasan dengan larangan ekspor mineral penting seperti gallium, germanium, dan antimon ke AS. Material-material ini digunakan untuk kebutuhan militer dan sipil di kedua negara.
Eskalasi perang dagang antara dua negara ekonomi terbesar di dunia ini telah terjadi sebulan sebelum Presiden AS terpilih, Donald Trump, kembali ke Gedung Putih. Kementerian Perdagangan China menyatakan bahwa larangan ekspor mineral penting ke AS dilakukan untuk menghindari ancaman terhadap keamanan nasional, mirip dengan alasan yang selalu digunakan AS dalam memberlakukan pemblokiran ekspor ke China.
Pelarangan terbaru China ini segera diberlakukan setelah diumumkan secara resmi, yang semakin memperkuat pembatasan ekspor mineral-mineral penting yang sebelumnya telah diberlakukan sejak tahun sebelumnya. Hal ini mengundang kekhawatiran terkait dengan kemungkinan ekspansi larangan ekspor ke AS, termasuk melarang mineral lainnya seperti nikel dan kobalt.
Penting untuk mencatat bahwa gallium dan germanium banyak digunakan dalam pengembangan semikonduktor, serta aplikasi teknologi inframerah, kabel optik fiber, dan panel surya. Sementara antimon digunakan untuk keperluan peluru dan senjata lainnya. Selain tiga mineral tersebut, larangan juga mencakup beberapa material grafit yang digunakan untuk pembuatan baterai mobil listrik.
Reaksi terhadap larangan ini tidak hanya terbatas dalam konteks perdagangan, tetapi juga mencakup dampak politik dan keamanan. Seorang analis, Todd Malan dari Talon Metals, menyatakan bahwa China telah memberikan sinyal sejak beberapa waktu lalu bahwa mereka akan mengambil langkah ini. Dia juga menambahkan pertanyaan mengenai kesiapan AS dalam menghadapi situasi ini.