Selain itu, alokasi kredit pada sektor-sektor dengan intensitas karbon tinggi juga menjadi perhatian OJK. Sekitar 40% dari total kredit di industri perbankan mengalir ke sektor-sektor tersebut, menandakan pentingnya penilaian risiko yang lebih mendalam dalam sektor ini. Hasil dari uji tekanan risiko perubahan iklim di Indonesia menunjukkan bahwa kerugian yang dialami sektor perbankan akan jauh lebih tinggi dalam skenario transisi biasa.
Dari temuan ini, muncul kebutuhan mendesak untuk langkah-langkah proaktif, tata kelola, dan kerangka manajemen risiko yang kuat di perbankan Indonesia guna memitigasi potensi dampak buruk dari risiko keuangan terkait perubahan iklim. Dian menambahkan bahwa hal tersebut juga akan memastikan keselarasan dengan pembaruan kebijakan global, praktik terbaik industri, dan tuntutan pemangku kepentingan.
Dalam konteks ini, OJK telah menargetkan penerimaan iuran pada tahun 2025 sebesar Rp 8,5 triliun. Hal ini menunjukkan bahwa OJK memiliki perhatian yang serius terhadap perubahan iklim dan berusaha untuk memastikan bahwa industri perbankan dapat bertahan dalam menghadapi risiko tersebut.
Dengan masifnya perubahan iklim di masa kini, mempersiapkan diri untuk menghadapi dampaknya menjadi prioritas utama. Industri perbankan harus terus melakukan evaluasi terhadap potensi risiko iklim yang mereka hadapi, serta mengembangkan strategi manajemen risiko yang adaptif dan responsif. Diperlukan langkah-langkah konkret untuk mengurangi risiko dan menyesuaikan portofolio agar lebih ramah lingkungan.