Rantai Pasok yang Panjang dan Tidak Efisien
Harga jual singkong di tingkat petani yang rendah juga disebabkan oleh rantai pasok yang panjang dan tidak efisien. Petani biasanya tidak bisa menjual hasil panennya langsung ke pabrik atau konsumen akhir. Mereka bergantung pada perantara, atau tengkulak, yang membeli singkong dengan harga sangat rendah. Tengkulak ini kemudian menjualnya lagi ke pengepul yang lebih besar, sebelum akhirnya sampai ke pabrik atau pasar.
Setiap perantara dalam rantai ini mengambil keuntungan. Akibatnya, harga singkong di pasar bisa jadi lebih mahal, sementara petani yang berada di ujung paling depan justru menerima harga yang paling kecil. Petani seringkali tidak punya pilihan lain karena mereka butuh uang tunai secepatnya untuk memenuhi kebutuhan hidup atau membayar utang. Keterbatasan akses informasi harga pasar juga membuat posisi tawar petani sangat lemah.
Kurangnya Nilai Tambah dan Diversifikasi Produk
Masalah lain yang membuat singkong bernilai rendah adalah kurangnya nilai tambah dan diversifikasi produk. Sebagian besar singkong dijual dalam bentuk mentah. Singkong mentah punya kelemahan besar, yaitu mudah busuk. Jika tidak segera diolah atau dijual, singkong akan cepat rusak, dan petani terpaksa menjualnya dengan harga serendah mungkin untuk menghindari kerugian total.
Meskipun sudah ada produk olahan seperti tepung tapioka atau keripik, nilai jualnya belum sepenuhnya kembali ke petani. Petani jarang memiliki alat atau modal untuk mengolah singkong menjadi produk bernilai tinggi. Sebagian besar pabrik pengolahan dimiliki oleh pihak lain, sehingga petani hanya berfungsi sebagai pemasok bahan baku dengan harga murah. Jika ada inovasi atau program yang memberdayakan petani untuk mengolah singkong menjadi produk lain yang lebih awet dan bernilai jual tinggi (misalnya, mocaf, singkong beku, atau pakan ternak), harga di tingkat petani bisa lebih stabil.