Dijelaskan, untuk sektor pertambangan dan perkebunan sudah sangat jelas patokannya. Pihak perusahaan selama ini cukup mentaati aturan yang berlaku. Berbeda bagi sektor umum. Karena, penentuan jumlah UMK biasanya menyesuaikan kemampuan perusahaan yang memiliki keuntungan skala kecil pula. “Makanya, tidak disama ratakan. Ada pertemuan membahasnya. Jika mengacu di tahun sebelumnya, menyesuaikan kemampuan tempat bekerja,” jelasnya.
Diungkapkan, sebelum pengusulan besaran UMK disampaikan, pihaknya wajib menyusun rencana angka yang diusulkan. Tentunya dari beberapa pertimbangan. Salah satunya kondisi ekonomi dan berpatokan nilai UMP Kaltara. “Karena biar satu provinsi, UMK berbeda-beda. Karena setiap daerah tingkat pendapatannya berbeda pula,” jelasnya.
Rasyid, pegawai honorer yang bertugas di salah satu Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang ada di Gabungan Dinas (Gadis) 1, Jalan Ujang Dewa mengaku tidak mengikuti perkembangan soal UMK Nunukan. Sebab, selama ini gajinya tidak berpengaruh dengan kenaikan UMP ataupun UMK. “Ya, seharusnya sih pengaruh ya. Kami berharap menyesuaikan. Meskipun tidak sama UMK. Ini jauh sekali nilainya,” ungkap Rasyid saat ditemui media ini.
Ia mengatakan, pemberlakuan UMK sebenarnya dapat menjadi alasan Pemkab Nunukan menaikkan gaji pegawai honorer juga. Hanya saja, jika sudah berbicara defisit anggaran, tentunya kepala daerah yang memiliki kebijakan. “Jangankan gaji sesuai UMK. Masih banyak tenaga honorer itu biaya kesehatannya ditanggung sendiri. Jadi, tidak bisa berharap banyak,” ujarnya.