Lebih jauh, Eko menyoroti situasi dana bagi hasil dari pemerintah pusat yang cenderung tidak mencukupi untuk memenuhi berbagai kebutuhan publik yang terus meningkat, terutama beban gaji pegawai daerah. Dalam konteks ini, menurutnya, PBB menjadi salah satu pajak yang paling cepat dan efisien untuk meningkatkan pendapatan daerah.
Tidak hanya Eko, Agus Pambagio, seorang pengamat kebijakan publik, juga memberikan perspektif bahwa tingginya kenaikan tarif PBB sangat berkaitan dengan minimnya dana yang dikucurkan oleh pemerintah pusat. Menurutnya, dengan anggaran daerah yang sebagian besar habis untuk membayar gaji pegawai, opsi tercepat yang diambil oleh bupati adalah dengan menaikkan tarif PBB.
Agus menegaskan bahwa tidak ada pertimbangan yang cukup matang dari para pejabat daerah tentang dampak kenaikan tarif yang mungkin memicu ketidakpuasan masyarakat. Ini memberikan sinyal bahwa mereka tidak mempertimbangkan kekuatan rakyat yang bisa saja merespons kebijakan tersebut.
Penting untuk dicatat bahwa kenaikan tarif PBB ini tidak hanya mempengaruhi satu daerah saja. Beberapa lokasi mengalami kenaikan dengan persentase yang bervariatif, sehingga menciptakan ketidakpastian bagi masyarakat yang harus membayar pajak ini. Agus juga menunjukkan ketidakjelasan mengenai dasar perhitungan kenaikan yang mencapai angka antara 250 persen sampai 1.000 persen, yang diyakini bisa membingungkan.