Kebijakan impor BBM di Indonesia belakangan menjadi sorotan publik, terutama setelah pemerintah mengambil langkah restriktif terhadap SPBU swasta. Perubahan kebijakan ini menunjukkan upaya pemerintah untuk mengendalikan tata kelola BBM dalam negeri, menjaga ketahanan energi, sekaligus menghadapi tekanan fiskal dan tantangan neraca migas. Namun, kebijakan ini juga membawa implikasi penting bagi para operator SPBU swasta yang selama ini mengandalkan fleksibilitas impor.
Berikut ini adalah paparan mengenai kebijakan impor BBM terkini dan dampaknya terhadap SPBU swasta, beserta tantangan dan saran agar kebijakan tersebut bisa lebih adil dan berkelanjutan.
Kebijakan Impor BBM: Apa yang Berubah?
Sejak tahun 2025, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menetapkan kebijakan impor BBM satu pintu, yaitu semua impor BBM non-subsidi untuk SPBU swasta harus melalui Pertamina sebagai “jalur tunggal”.
Dalam kebijakan tersebut, SPBU swasta tidak lagi memiliki kebebasan penuh dalam memilih negara, harga, atau mekanisme impor sendiri. Mereka diharuskan menyampaikan data kebutuhan volume dan spesifikasi BBM kepada ESDM, yang kemudian akan dikelola oleh Pertamina jika diperlukan.
Pemerintah juga menetapkan pembatasan kenaikan kuota impor BBM non-subsidi bagi SPBU swasta maksimal 10% dari volume penjualan tahun sebelumnya.
Jika SPBU swasta kehabisan stok karena kuota impor tak mencukupi, mereka disarankan untuk membeli pasokan dari Pertamina.
Langkah ini diposisikan oleh pemerintah sebagai bagian dari upaya menjaga stabilitas harga dan ketahanan pasokan BBM nasional, serta mengendalikan praktik impor yang kurang transparan.
Dampak Kebijakan terhadap SPBU Swasta
Kebijakan ini membawa sejumlah konsekuensi nyata baik risiko maupun tantangan bagi SPBU swasta:
1. Margin Keuntungan Tergerus
Sebelumnya, SPBU swasta memiliki kebebasan memilih sumber impor BBM dari negara-negara yang menawarkan harga lebih kompetitif dan efisiensi logistik. Dengan kebijakan satu pintu, mereka harus membeli melalui Pertamina dengan harga yang ditetapkan pemerintah, mengurangi fleksibilitas dan potensi margin keuntungan mereka.