Ketika anak-anak harus masuk sekolah untuk membeli keperluan sekolah, membayar SPP atau uang gedung, mungkin untuk biaya kost apabila anak kuliah jauh dari orang tua, semua ini dikeluhkan oleh sebagian besar masyarakat kita. Tapi coba dilihat, berapa Handphone yang dimiliki dalam satu keluarga mulai dari anak sampai orang tua, dan sudah pasti bukan handphone yang harganya murah. Ketika harga bensin mengalami kenaikan, semua mengeluh dengan kenaikan ini, coba diperhatikan rata-rata satu rumah memiliki lebih dari satu buah motor, sementara tidak mungkin kalau salah satu motor tidak terisi bensin.
Penghasilan yang dirasakan masih kurang untuk memenuhi kebutuhan hidup rumah tangga, terkadang tidak disikapi dengan skala prioritas pengeluaran yang ada. Di tengah ekonomi yang sedang sulit, masyarakat bahkan cenderung makin konsumtif bahkan terlalu memaksakan diri. Kebiasaan menerima pinjaman atau bahkan mengajukan pinjaman ke bank atau koperasi yang sekarang sudah banyak tumbuh, hanya untuk memenuhi keinginan anak atau anggota keluarga tanpa memikirkan bagaimana cara membayarnya. Tak heran jika hanya dalam waktu 3 bulan membayar kredit motor, banyak yang sudah tidak sanggup membayar dan terpaksa motor diambil kembali oleh kolektor lising, tabungan terkuras habis untuk menutupi pembayaran hutang dan beban pikiran semakin berat yang pada akhirnya memunculkan kebiasaan masyarakat "Gali lobang tutup Lobang" dalam mengatur keuangan keluarga. Masih untunglah kalau sekedar "gali lobang tutup lobang", kalau lobang sudah ngga ada yang bisa digali pasti nambah masalah khan? apalagi kalau istilah yang muncul "gali lobang tutup Balong" sampai kapanpun tidak akan sejahtera hidup kita ini.