Masyarakat Indonesia akhir-akhir ini menyoroti perihal DPR RI yang resmi menyetujui masuknya revisi UU Tax Amnesty ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025. Hal ini membuat kalangan ekonom mempertanyakan langkah DPR RI dalam mengusulkan revisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2026.
Tax Amnesty atau pengampunan pajak pertama kali diperkenalkan pada tahun 2016 oleh pemerintah Indonesia. Hal ini dilakukan untuk mendorong para wajib pajak yang memiliki aset dan dana yang tidak terdeklarasi di dalam maupun di luar negeri untuk mendeklarasikannya ke otoritas pajak. Program ini juga memberikan kesempatan kepada para wajib pajak untuk membayar pajak yang tertunggak dengan tarif yang lebih rendah daripada tarif biasa.
Sejak pertama kali diperkenalkan, Tax Amnesty telah menjadi topik yang hangat diperbincangkan oleh masyarakat. Banyak yang mendukung program ini karena dianggap mampu meningkatkan penerimaan pajak negara, memberantas pengemplang pajak, serta mendorong repatriasi aset dan dana yang berada di luar negeri. Namun, sebagian lainnya masih meragukan efektivitas dan keadilan program ini, terutama terkait dengan pengampunan yang diberikan kepada para pengemplang pajak.
Kini, dengan disetujuinya masuknya revisi UU Tax Amnesty ke dalam Prolegnas Prioritas 2025, banyak pihak kembali mempertanyakan perlukah Indonesia melaksanakan program Tax Amnesty jilid III. Beberapa catatan penting perlu dipertimbangkan dalam menyikapi isu ini.