Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) berusaha untuk memajukan ekonomi masyarakat di setiap daerah. Salah satu upayanya adalah dengan memberikan dukungan perlindungan hukum terhadap produk khas wilayah tersebut.
Perlindungan hukum indikasi geografis memberikan perlindungan terhadap reputasi dan mutu produk yang unik serta memberikan nilai tambah di mata konsumen. Hal ini tercermin pada pengalaman dua produsen produk indikasi geografis lokal, yaitu Batik Tulis Nitik Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Kain Sasirangan Kalimantan Selatan.
Meskipun batik secara umum telah dikenal di mancanegara, Batik Tulis Nitik memiliki motif khas Yogyakarta yang telah dikembangkan sejak era Sultan Hamengkubuwono VII. Batik ini memiliki ciri khas pada motif nitik yang menyerupai bujur sangkar yang terdapat pada setiap kain, diikuti dengan proses pembuatannya yang sangat khas dan disukai oleh produsen luar negeri.
Cara pembuatan Batik Tulis Nitik yang dilakukan dengan cara menitik bukan diseret seperti pembuatan batik pada umumnya, serta alat canting yang khusus yaitu Canting Nitik, menjadi ciri utama yang membedakan Batik Tulis Nitik dengan batik lainnya. Rusli Hidayat, Perwakilan Paguyuban Batik Tulis Nitik DIY menjelaskan hal ini pada acara Forum Indikasi Geografis (IG) Nasional, Temu Bisnis, dan Apresiasi Insan Kekayaan Intelektual (KI) Tahun 2024.