Tampang.com | Jakarta – Sektor pariwisata dan perhotelan di Jakarta tengah menghadapi ancaman serius. Data terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan hasil survei Badan Pengurus Daerah Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (BPD PHRI) DKI Jakarta mengindikasikan adanya potensi pemutusan hubungan kerja (PHK) massal yang membayangi industri ini. Tiga faktor utama menjadi pemicu krisis: anjloknya kunjungan wisatawan, peningkatan biaya operasional yang signifikan, serta kerumitan regulasi dan sertifikasi.
Dari tahun 2019 hingga 2023, BPS mencatat bahwa rata-rata persentase kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) ke Indonesia hanya mencapai 1,98 persen per tahun jika dibandingkan dengan wisatawan domestik. Angka ini menunjukkan ketergantungan tinggi pada pasar lokal yang belum sepenuhnya mampu menopang industri di tengah minimnya kehadiran turis asing.
Faktor kedua yang memperparah kondisi adalah tekanan biaya operasional yang membengkak. Pelaku usaha tidak hanya dihadapkan pada berkurangnya pasar, tetapi juga harus menanggung peningkatan biaya yang signifikan. Tarif air dari Perusahaan Daerah Air Minim (PDAM) mengalami kenaikan hingga 71 persen, sedangkan harga gas elpiji melonjak 20 persen. Beban ini diperberat dengan kenaikan tahunan Upah Minimum Provinsi (UMP) yang tercatat meningkat hingga 9 persen pada tahun ini.