Investasi infrastruktur kecerdasan buatan alias AI di Indonesia masih kalah dibanding Malaysia. Investor menyebut penghalang tumbuhnya teknologi AI karena kurangnya insentif dari pemerintah dan warga Indonesia yang cenderung pelit mengeluarkan uang untuk membayar produk.
Pertumbuhan industri teknologi kecerdasan buatan (AI) di Asia Tenggara kian meroket, terutama di Malaysia. Bukan tanpa alasan banyak investor yang memilih Malaysia sebagai tujuan investasi AI, sementara di Indonesia investasi AI masih kalah jauh. Salah satu alasan utamanya adalah perbedaan insentif dan tingkat kepelitan pengguna teknologi di kedua negara tersebut.
Investasi infrastruktur kecerdasan buatan alias AI di Indonesia masih jauh tertinggal jika dibandingkan dengan Malaysia. Meskipun potensi pasar teknologi AI di Indonesia sangat besar, investor masih enggan menanamkan modalnya di Indonesia. Salah satu alasan utamanya adalah kurangnya insentif dari pemerintah dalam bentuk kebijakan yang mendukung pertumbuhan industri AI.
Co-founder dan General Partner Alpha JWC Ventures, Jeffrey Joe, menjelaskan pembangunan infrastruktur, apalagi AI sangat bergantung pada pemerintah setempat. Salah satu infrastruktur yang berperan dalam pengembangan AI adalah pusat data atau tempat menyimpan big data yang kemudian diolah AI untuk memberi insight kepada perusahaan.
“Itu mengapa kami melihat aktivitas investasi (AI) di Malaysia lebih tinggi. Mungkin pemerintah Malaysia punya lebih banyak insentif untuk industri ini,” ujar Jeffrey dalam Tech in Asia Conference di Ritz-Carlton Ballroom, Jakarta, Kamis (24/10).