Di Indonesia, perayaan Imlek tidak berakhir setelah dua minggu. Puncaknya justru hadir dalam sebuah festival meriah yang dinamakan Cap Go Meh (, Capi Gomeh), sebuah tradisi yang jauh melampaui sekadar ritual keagamaan. Tradisi Cap Go Meh di Indonesia adalah sebuah manifestasi dari harmoni budaya yang unik, sebuah perayaan Imlek yang kental dengan nuansa lokal dan menjadi ajang pembauran berbagai etnis, khususnya Tionghoa dengan masyarakat pribumi. Festival ini adalah tontonan warna, suara, dan spiritualitas yang memukau.
Sejarah dan Akulturasi: Dari Tiongkok Selatan ke Tanah Nusantara
Istilah "Cap Go Meh" berasal dari dialek Hokkien, yang berarti "malam kelima belas" atau "malam kelima belas bulan pertama". Ini merujuk pada hari ke-15 dan terakhir dari rangkaian perayaan Tahun Baru Imlek. Tradisi ini dibawa ke Nusantara oleh para perantau Tionghoa berabad-abad yang lalu, terutama dari wilayah selatan Tiongkok seperti Fujian dan Guangdong.
Namun, di Indonesia, Cap Go Meh mengalami proses akulturasi yang intensif dengan budaya lokal. Berbeda dengan perayaan di Tiongkok aslinya, di Indonesia Cap Go Meh seringkali mengambil bentuk yang lebih meriah, inklusif, dan menampilkan elemen-elemen dari budaya Melayu, Jawa, Sunda, dan lainnya. Hal ini terlihat dari adanya arak-arakan barongsai dan liong yang diiringi musik tradisional lokal, hingga hidangan khas yang telah disesuaikan dengan selera Nusantara. Akulturasi ini adalah cerminan sejarah panjang pembauran budaya yang membentuk identitas bangsa Indonesia.