Rencana pemasangan chattra di puncak stupa utama Candi Borobudur telah menjadi topik hangat dalam sejumlah komunitas sejarah. Borobudur, sebagai situs warisan dunia, telah menjadi pusat perhatian dan perdebatan terkait dengan pelestariannya. Salah satu rencana kontroversial yang sedang berkembang adalah pemasangan chattra di puncak stupa utama Candi Borobudur. Sejumlah pihak mulai peduli atas kemungkinan dampak pemasangan chattra ini terhadap keaslian situs bersejarah ini.
Chattra ini sebenarnya pernah dipasang oleh Theodoor van Erp, seorang arsitek Belanda yang memimpin pemugaran Candi Borobudur antara tahun 1907-1911. Namun, pasangannya saat itu telah lama hilang dan tidak dipasang kembali dalam upaya pemugaran terakhir pada tahun 1973-1983. Chattra tersebut telah menjadi bagian dari sejarah pemugaran Candi Borobudur. Chattra atau payung memiliki catatan sejarah dan dasar filosofi yang sangat mendalam di dalam Buddhisme, di Candi Borobudur relief yang menggambarkan adanya payung atau chattra salah satunya yakni pada relief Gandawyuha.
Sejumlah ahli sejarah dan Para arkeolog mulai mempertanyakan keputusan untuk memasang kembali chattra di puncak stupa utama Candi Borobudur. Mereka berpendapat bahwa tindakan tersebut dapat mengurangi keaslian dan nilai sejarah dari Candi Borobudur mengingat keaslian batu penyusunnya masih diragukan. Selain itu, upaya pemugaran sebelumnya juga lebih menekankan pada prinsip restorasi, bukan rekonstruksi.