Selain itu, Nadya juga mengungkapkan bahwa ada keterkaitan erat antara stigmatisasi perempuan dan mitologi hantu. Dalam berbagai budaya, perempuan sering kali dikaitkan dengan unsur mistis dan kematian. Hal ini tidak terlepas dari pengalaman biologis perempuan, seperti menstruasi, kehamilan, dan melahirkan, yang sering dianggap memiliki keterkaitan dengan dunia spiritual.
Angka kematian ibu saat melahirkan yang cukup tinggi di masa lalu turut berkontribusi dalam membentuk citra perempuan sebagai sosok yang dekat dengan kematian. Banyak perempuan yang meninggal ketika melahirkan dianggap mengalami kematian tragis, sehingga muncul kepercayaan bahwa roh mereka akan gentayangan sebagai makhluk yang tidak tenang. Inilah yang kemudian memperkuat narasi bahwa kuntilanak adalah arwah perempuan yang meninggal dalam kondisi tidak wajar dan masih memiliki urusan yang belum selesai di dunia.
Modernisasi dan Pengaruh Budaya Pop
Seiring perkembangan zaman, citra kuntilanak terus berevolusi. Jika sebelumnya ia hanya dikenal melalui cerita rakyat dan kepercayaan lokal, kini kuntilanak telah menjadi ikon budaya pop yang muncul dalam berbagai bentuk media, seperti film, novel, dan bahkan video game.
Di Indonesia sendiri, kuntilanak menjadi salah satu karakter horor yang paling populer di industri perfilman. Sejak era 2000-an, film-film bertema kuntilanak terus diproduksi dan sukses menarik perhatian masyarakat. Beberapa film, seperti Kuntilanak (2006) yang dibintangi oleh Julie Estelle, serta sekuel-sekuelnya, berhasil membentuk kembali citra kuntilanak dalam imajinasi publik modern.
Namun, menariknya, ada pula upaya untuk mendekonstruksi stereotip kuntilanak sebagai sosok yang hanya menakutkan. Beberapa film dan karya sastra mulai menggambarkan kuntilanak dengan perspektif yang lebih kompleks, seperti menjadikannya sebagai simbol penderitaan perempuan akibat ketidakadilan sosial.