Ketupat, salah satu makanan ikonik yang menjadi simbol perayaan Lebaran di Indonesia, telah menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya masyarakat kita. Tak lengkap rasanya merayakan Idulfitri tanpa menyantap ketupat yang hangat dan lezat. Biasanya ketupat ini disajikan bersama berbagai hidangan khas, seperti rendang yang gurih, gulai yang kaya rempah, opor yang beraroma, serta semur yang lezat. Kombinasi ini semakin menambah keistimewaan momen berbuka puasa setelah sebulan penuh menjalankan ibadah puasa.
Ketika kita menelusuri jejak sejarah ketupat, kita akan menemukan bahwa tradisi ini telah ada sejak lama dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Sejarawan terkemuka, de Graff, mengungkapkan bahwa pada masa pemerintahan Kesultanan Demak di abad ke-15, masyarakat Muslim sudah mengenal dan menyantap ketupat dalam perayaan hari raya Islam. Dengan kata lain, ketupat sudah menjadi bagian dari budaya kita sejak sekitar 500 tahun yang lalu.
Kemunculan ketupat di Demak tidak terlepas dari peran penting kesultanan tersebut sebagai agen penyebaran Islam di tanah Jawa. Salah satu tokoh kunci dalam penyebaran Islam di wilayah ini adalah Walisongo, khususnya Raden Mas Sahid atau yang lebih dikenal dengan sebutan Sunan Kalijaga. Beliau menggunakan ketupat sebagai media untuk memperkenalkan dan menyebarkan ajaran Islam dengan cara yang akulturatif. Dalam konteks ini, ketupat yang sudah dikenal masyarakat Jawa dijadikan sebagai simbol baru untuk memudahkan masyarakat dalam menerima ajaran Islam.
Menyinggung tentang asal-usul ketupat, terdapat informasi menarik bahwa sebelumnya ketupat memiliki akar tradisi yang berkaitan dengan pemujaan Dewi Sri, sosok yang dianggap sebagai pembawa kesuburan serta berkaitan erat dengan pertanian. Ketika Sunan Kalijaga mengadaptasi ketupat dalam konteks Islam, beliau melakukan transformasi makna.