Saat pasien rabies mencoba menelan air, otot-otot di tenggorokan dan saluran pernapasan mengalami kejang yang tak terkendali. Kejang ini menyebabkan rasa sakit yang luar biasa, bahkan diibaratkan seperti menelan pecahan kaca. Karena tubuh "belajar" bahwa menelan air memicu rasa sakit, pasien akhirnya mengembangkan ketakutan terhadap air, meskipun rasa takut ini lebih bersifat refleks daripada emosional.
Selain itu, virus rabies juga memengaruhi saraf yang mengontrol proses menelan. Akibatnya, pasien tidak hanya takut minum air, tetapi juga tidak dapat menelan air liur mereka sendiri. Hal ini membuat saliva sering kali menumpuk di mulut, menciptakan gejala khas rabies lainnya, yaitu keluarnya air liur secara berlebihan atau berbusa.
Hidrofobia menjadi salah satu tanda yang membedakan rabies dari penyakit lainnya. Gejala ini muncul karena virus rabies secara khusus menyerang area otak yang mengontrol refleks menelan dan pernapasan. Ketika bagian otak ini terinfeksi, respons tubuh terhadap air berubah menjadi kejang dan rasa sakit yang tak tertahankan.
Selain hidrofobia, pasien rabies juga sering menunjukkan gejala lain seperti hiperaktivitas, paranoia, kebingungan, dan serangan agresi yang tidak terkendali. Sayangnya, begitu gejala ini muncul, rabies hampir selalu berakhir dengan kematian jika tidak segera ditangani.