Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering kali menemui peristiwa yang tampaknya tidak terkait satu sama lain. Misalnya, seseorang mungkin merasakan bahwa mereka sering bertemu dengan teman lamanya secara kebetulan di tempat yang sama. Di sisi lain, ada juga teori konspirasi yang berusaha menjelaskan kejadian-kejadian besar di dunia dengan keterkaitan yang kompleks. Namun, mengapa lebih banyak orang yang cenderung menganggap peristiwa sebagai kebetulan daripada mengaitkannya dengan konspirasi yang rumit?
Pertama-tama, hal ini berkaitan dengan psikologi kepercayaan manusia. Otak kita dirancang untuk mencari pola dan memberikan makna dalam setiap kejadian. Sejak kecil, kita diajari untuk membedakan antara kebetulan dan pola yang lebih besar. Ketika kita melihat sesuatu yang tampaknya acak, kita cenderung membuat keputusan berdasarkan pengalaman pribadi dan pengetahuan sebelumnya. Ini merupakan cara alami untuk mengurangi kompleksitas hidup menjadi sesuatu yang lebih mudah dipahami.
Di sisi lain, teori konspirasi sering kali melibatkan hubungan antara banyak elemen yang berbeda, sehingga memerlukan usaha lebih untuk memahaminya. Misalnya, untuk percaya pada sebuah teori konspirasi, seseorang harus memahami berbagai faktor, seperti sejarah, politik, dan pengaruh sosial. Ini bisa membuat teori konspirasi terasa lebih tidak relatable dan lebih sulit untuk diterima. Kebetulan, di sisi lain, hadir dengan kebebasan dari beban interpretasi yang berat.